ARTIKEL POLIOMYELITIS
Artikel 1
1. Cegah Penyakit Polio
Saat ini penyakit Polio mulai kembali menghantui masyarakat di Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh virus ini mempunyai gejala lumpuh yang masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Stadium akut ditandai dengan suhu tubuh meningkat, jarang terjadi lebih dari 10 hari, kadang disertai sakit kepala dan muntah. Kelumpuhan terjadi dalam seminggu permulaan sakit.
Virus ditularkan infeksi percikan air liur dari mulut dan tenggorokan atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui tinja ke mulut, yaitu minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya, atau yang agak jarang melalui mulut ke mulut, dimana penyebaran terjadi dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Pencegahan terserang polio dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi polio, yang diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan jangka waktu antara 6-8 minggu. Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah yang dokenal dengan survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan. Tindakan lain adalah melakukan mopping-up, yakni pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Artikel 2
2. Seputar Polio
Apakah Polio itu ?
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan sebagian besar menyerang anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Polio tidak ada obatnya, pertahanan satu-satunya adalah imunisasi.Virus polio masuk ke tubuh melalui mulut, dari air atau makanan yang tercemar kotoran penderita polio. Juga disebabkan kurang terjaganya kebersihan diri dan lingkungan. Virus ini menyerang system syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan seumur hidup dalam waktu beberapa lama.
Bagaimana Gejala Polio?
Demam
Rasa lelah
Sakit kepala
Muntah-muntah
Rasa kaku pada leher
Rasa sakit pada kaki atau tangan
Bagaimana mencegah dan membasmi polio dari muka bumi?
Satu-satunya cara mencegah dan membasmi polio adalah melalui pemberian vaksin polio, yaitu :
a. Pemberian imunisasi polio lengkap kepada bayi (usia kurang dari 12 bulan) melalui program imunisasi rutin, atau
b. Pemberian imunisasi polio kepada bayi dan balita (usia 0 – 59 bulan) melalui imunisasi massal, yang disebut PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Apakah PIN 2006 itu?
PIN (Pekan Imunisasi Nasional) adalah hari-hari yang dicanangkan secara nasional untuk memberikan imunisasi polio dengan 2 (dua) tetes vaksin polio kepada semua bayi dan balita (usia 0 – 59 bulan). Adalah sangat penting bagi para orang tua untuk membawa setiap bayi dan balita ke pos PIN terdekat untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan perlindungan terhadap polio.
Apakah Vaksin Polio Aman?
Vaksin polio sangatlah aman dan efektif bagi anak-anak, bahkan yang sedang sakit. Pastikan imunisasi polio diberikan kepada anak walaupun mereka sedang sakit batuk, pilek, atau diare. Dan pastikan pula anak Anda memperoleh imunisasi penuh, karena setiap dosis tambahan akan memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak.
Mengapa perlu PIN lagi?
a. Setelah selama 10 tahun Indonesia bebas polio, penyakit ini kembali menyerang Indonesia dan telah melumpuhkan lebih dari 300 anak.
b. Virus polio mencari kelompok-kelompok anak yang tidak terimunisasi di Indonesia.
c. Penyakit polio SANGAT MENULAR. Satu orang anak yang belum diimunisasi berisiko menimbulkan penyakit polio pada anak-anak disekitarnya. Karenanya, PIN datang lagi untuk melindungi anak cucu kita dari ancaman penyakit polio dan memutuskan mata rantai penyebaran virus polio di Indonesia, sehingga Indonesia benar-benar bebas polio.
Bagaimana Pelaksanaan PIN 2006?
a. PIN dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia dalam 2 (dua) putaran lanjutan. Putaran IV tanggal 27 Februari 2006 dan putaran V tanggal 12 April 2006.
b. Pelayanan imunisasi polio dilakukan di pos PIN yang berlokasi di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit, dan tempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya, baik pemerintah maupun swasta.
c. Tempat-tempat strategis lainnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai Pos PIN, seperti terminal, stasiun, pasar, taman kanak-kanak, kelompok bermain, panti asuhan, dan tempat penitipan anak dengan dukungan sumber daya dari masyarakat dan pemerintah daerah.
d. Pos PIN memberikan layanan imunisasi secara GRATIS. Jangan ada lagi yang lumpuh seumur hidup karena Polio. Mari, Lindungi Anak-anak Kita dari Polio………..!
Artikel 3
3. Hati – hati wabah polio
Penyakit yang masuk ke tubuh balita melalui saluran pencernaan ini ditularkan melalui virus yang ada pada kotoran yang tertulari virus polio. Penularannya bisa terjadi lewat berbagai jalan. Misalnya, air minum yang tercemar virus polio, atau melalui tangan yang tercemar virus polio yang kemudian memegang makanan sehingga masuk ke saluran pencernaan.
Masa inkubasi: 3-35 hari.
Gejala:
Polio memang penyakit berbahaya yang dikenal menyerang diam-diam, dan sekali terkena tidak dapat disembuhkan. Orang yang terinfeksi polio kadang-kadang belum tentu menderita sakit. Sekitar 95% dari mereka yang tertular tanpa gejala ini disebut asymptomatic polio. Sementara 4–8% kasus yang menunjukkan gejalanya disebut symptomatic polio.
Gejalanya muncul dalam tiga bentuk, yakni:
Gejala yang ringan (abortive polio)
Hampir seluruh penderita yang mengalami gejala ini tidak menyadarinya, karena gejalanya mirip flu, seperti:
Demam
Sakit tenggorokan.
Sakit kepala.
Badan terasa nyeri dan lelah, seperti mau selesma.
Diare.
Gejala yang lebih serius (biasanya berhubungan dengan radang selaput otak yang disebut sebagai nonparalytic polio). Sekitar 1–5% menunjukkan gejala seperti:
Terlalu peka terhadap cahaya.
Kaku kuduk (biasanya diperiksa oleh dokter).
Gejala yang berat (paralytic polio) yang hanya dialami 0,1 sampai 2% kasus polio. Gejalanya adalah:
Kelumpuhan permanen, bisa pada tungkai, baik kaki maupun tangan.
Kelumpuhan berat, misalnya pada otot pernapasan. Pada kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan alat bantu napas.
Catatan:
Sekalipun penyakit polio yang akut biasanya menyerang hanya kurang dari 2 minggu, namun akibatnya bisa merusakkan saraf seumur hidup, sehingga menyebabkan kelumpuhan yang menetap.
Pencegahan:
Vaksinasi polio oral (diteteskan ke mulut). Vaksin yang diberikan berupa virus polio hidup yang telah dilemahkan, minimal 5 kali.
Membersihkan tangan setelah buang air besar, agar tidak terjadi penularan.
Minum air yang sudah dimasak, agar jika ada virus polio yang mencemari bisa mati.
ARTIKEL POLIOLYELITIS
Artikel 1
1. 10 Kiat Hadapi Polio
Walau polio tidak bisa disembuhkan, namun bisa dicegah. Polio adalah musuh yang berbahaya bagi anak-anak karena dapat menyebabkan kelumpuhan.
a. Polio tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dicegah. Polio tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa kita cegah dengan imunisasi.
b. Vaksin polio adalah satu satunya senjata yang manjur, aman dan halal. Satu-satunya cara menghadapi polio adalah memberikan vaksin polio yang diteteskan ke mulut balita -biasa disebut Oral Polio Vaccine (OPV). Vaksin ini aman, efisien dan manjur. Untuk memberikan perlindungan seumur hidup, imunisasi dengan vaksin OPV ini perlu diberikan beberapa kali. OPV telah dinyatakan halal oleh pemimpin agama sedunia, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
c. Setiap anak balita harus datang ke Pekan Imunisasi Nasional. Untuk memberantas polio di Indonesia, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) diadakan untuk memberikan kekebalan kepada semua anak balita terhadap polio. Orang tua wajib membewa setiap anak balitanya ke pos-pos pelayanan imunisasi setiap kali PIN diselenggarakan.
d. Polio sangat menular. Satu anak saja yang tidak diimunisasi, maka seluruh anak yang ada di sekitarnya terancam polio.
e. Setelah bebas polio selama 10 tahun, Indonesia kembali diserang virus polio. Penyebaran penyakit ini begitu cepat, tanpa mengenal status sosial ataupun batas wilayah. Setiap anak yang belum diimunisasi berisiko terhadap penyakit polio.
f. Membebaskan Indonesia dari polio adalah persoalan martabat bangsa. Virus ini berkelana beribu-ribu mil dari Afrika Barat dan kini menjangkiti Indonesia. Virus ini dapat dengan mudah menyebar dari tanah air kita ke negara-negara tetangga. Jangan sampai Indonesia menjadi negara pengekspor polio, karena ini akan memalukan kita semua.
g. Tanggungjawab kita bersama, membasmi polio dari Indonesia. Adalah tugas kita untuk melakukan usaha apa pun untuk melindungi anak-anak kita. Pemberantasan polio adalah untuk masa depan kita bersama. Seluruh dunia berupaya membasmi polio melalui Program Eradikasi Polio Global, yang telah berhasil memangkas kasus polio hingga lebih dari 99 persen. Balita kita tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka bergantung kepada kita untuk bisa diselamatkan dari ancaman polio.
h. Anak kita berhak hidup sehat dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Merebaknya polio membuktikan betapa pentingnya imunisasi rutin terhadap berbagai penyakit yang menyerang anak. Di Indonesia, hanya 70 persen anak-anak yang diimunisasi secara rutin -bahkan angkanya lebih kecil lagi di daerah-daerah miskin. Anak-anak kita berhak hidup sehat, dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Kita harus berteriak dengan suara lebih keras demi pelayanan imunisasi yang lebih baik.
i. Anda bisa. Kita semua bisa: bergabung, bersama menyebarluaskan ajakan ini, agar semua anak bebas polio. Setiap orang berperan dalam penyediaan vaksin ini bagi semua balita. Setiap keluarga perlu mengetahui fakta mengenai polio dan arti imunisasi. Mari sebarkan hal ini kepada para teman dan tetangga Anda. Ajarkan kepada anak-anak mengenai polio di sekolah. Bergabunglah dengan masyarakat di sekitar Anda pada Pekan Imunisasi Nasional untuk mendorong agar anak-anak diimunisasi. Gunakan media untuk mendidik masyarakat. Begitu banyak cara untuk menyampaikan dukungan Anda.
j. Putaran selanjutnya dari Pekan Imunisasi Nasional terhadap polio akan diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus dan 27 September 2005. Mari bergabung dengan masyarakat di lingkungan Anda pada hari-hari tersebut untuk mendukung gerakan imunisasi ini.
Artikel 2
2. Pemberian Vaksin Kombinasi
Tanya: Anak saya (2 bulan) baru saja divaksin combo DPT. Tadinya, saya ingin combo dengan polio oral, tetapi karena habis, akhirnya mendapat diacel polio injeksi. Apakah jika berikutnya divaksin polio oral + DPT combo (infanrix) tidak akan mengurangi khasiatnya?
Jawab: Vaksin combo adalah vaksin yang berisi beberapa jenis vaksin untuk mencegah beberapa penyakit secara bersamaan dalam satu suntikan. Jadi, sebenarnya lebih tepat disebut combined vaccine alias vaksin kombinasi. Jenis vaksin kombinasi yang telah lama kita kenal adalah D-P-T yang terdiri dari vaksin difteria, pertusis atau batuk 100 hari, dan tetanus, serta M-M-R yang terdiri dari vaksin measles/campak, mumps/gondongan dan rubela/campak Jerman.
Vaksin kombinasi baru yang beredar di sini antara lain vaksin kombinasi antara DPT + hepatitis B, DPT + Hib, DPT + Hib + IPV (polio suntik), dan hepatitis B + hepatitis A. Tujuan pemberian vaksin kombinasi adalah untuk mempersingkat waktu imunisasi, mempermudah pemberian, mengurangi jumlah suntikan pada bayi kecil, mengurangi kunjungan berobat dan lebih murah dibandingkan pemberian vaksin terpisah.
Untuk anak Anda, apabila awalnya diberi vaksin kombinasi DPT + Hib + IPV dan untuk berikutnya diberikan vaksin kombinasi DPT + Hib dan OPV (polio oral atau polio tetes), hal itu tidak mengurangi kadar antibodi (khasiat) yang akan terbentuk. Karena, vaksin IPV dan vaksin OPV pada dasarnya mempunyai isi yang sama. OPV berisi virus polio 1, polio 2 dan polio 3 hidup yang telah dilemahkan, sedangkan IPV berisi virus yang telah mati. Kedua vaksin berguna untuk mencegah penyakit poliomielitis.
Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K)
Artikel 3
3. Cegah Kelumpuhan dengan Vaksin POLIO
Karena penyakit polio tak bisa disembuhkan, satu-satunya kesempatan adalah
langkah pencegahan dengan pemberian vaksin polio. Vaksin polio menjadi satu-satunya senjata melawan polio.
Mungkin ada opini yang keliru mengenai vaksin polio yang disebut-sebut memiliki efek samping. Tapi hal ini dibantah para ahli kesehatan. Vaksin-vaksi polio tetes (OPV) sangatlah aman dan efektif. OPV telah diberikan kepada lebih dari dua miliar anak di seluruh dunia sejak diluncurkannya Inisiatif Pemberantasan Polio Global pada tahun 1988. Karena usaha-usaha tersebut pulalah, sekitar lima juta anak dapat berjalan saat ini, di mana kalau mereka tidak diimunisasi kemungkinan menjadi lumpuh.
Di seluruh dunia, keberadaan penyakit polio telah ditekan lebih dari 99%. Dari 350.000 kasus per tahunnya menjadi kurang dari 1.300 kasus per tahun pada tahun 2004. OPV pada situasi yang sangat jarang terjadi terkait dengan komplikasi yang dikenal dengan kelumpuhan polio terkait vaksin. Kejadian yang sangat jarang terjadi ini kemungkinannya satu di antara 2,4 juta dosis yang diberikan.
Selain aman, OPV juga telah dinyatakan halal oleh para pemuka agama Islam di Indonesia dan di seluruh penjuru dunia -Imam Agung Tantawi dari Universitas Al-Azhar, Imam Agung dari Arab Saudi, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pemberian dosis OPV yang dilakukan berulang kali kepada anak-anak juga aman-aman saja. Karena vaksin ini dirancang untuk diberikan berulang kali untuk memastikan perlindungan penuh. Di daerah-daerah tropis yang berudara panas, beberapa dosis vaksin polio dibutuhkan untuk memberikan perlindungan penuh bagi setiap anak, bahkan kadang-kadang lebih dari 10 dosis. Vaksin ini aman bagi semua anak-anak. Setiap dosis tambahan meningkatkan kekebalan lebih lanjut seorang anak terhadap polio.
Untuk mencapai hasil yang betul-betul efektif, OPV perlu diberikan berulang kali. Jumlah dosis yang dibutuhkan untuk memberikan kekebalan pada seorang anak tergantung sepenuhnya kepada status kesehatan dan gizi sang anak, dan seberapa banyak paparan terhadap virus lainnya yang pernah dialami anak tersebut.
Sebelum seorang anak diimunisasi secara lengkap, mereka masih berisiko terhadap polio. Hal ini menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa semua anak-anak mendapatkan imunisasi sepanjang setiap putaran Pekan Imunisasi Nasional secara serentak. Penting diingat, anak yang tidak terimunisasi adalah wadah bersembunyinya virus polio tersebut.
OPV juga aman diberikan pada anak-anak yang sakit. Pada kenyataanya, secara khusus sangatlah penting bahwa anak-anak yang sakit diimunisasi pada masa kampanye polio, demikian pula bayi-bayi yang baru lahir, karena tingkat kekebalannya lebih rendah dari anak-anak lainnya. Semua anak yang sakit dan bayi baru lahir harus diimunisasi selama masa kampanye untuk memberikan perlindungan yang sangat mereka butuhkan terhadap polio.
Para ibu dan pengasuh harus ingat bahwa Vaksin Polio Oral (OPV) bukanlah pengobatan terhadap penyakit-penyakit lainnya pada anak yang mungkin saja telah dialaminya sebelum imunisasi. Oleh karena itu, seorang ibu/pengasuh yang anaknya mendapatkan vaksin-vaksin polio ketika anak tersebut telah mengalami penyakit sebelumnya, harus membawa anak tersebut ke pusat kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang tepat.
ARTIKEL POLIOMYELITIS
1. Tentang Penyakit Polio
Penyakit polio atau yang dalam istilah kedokteran disebut dengan poliomielitis adalah penyakit lumpuh yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio ini termasuk dalam kelompok enteroviorus, famili Picornavirus. Jenis virus ini sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor. Virus ini bisa mati dalam suhu yang tinggi namun bisa bertahan hidup selam bertahun – tahun dalam keadaan beku. Penyakit polio ini termasuk penyakit yang menular. Penyakit ini menyerang pada setiap orang tanpa mengenal usia, namun 50% kasusnya terjadi pada anak berusia antara 3 – 5 tahun.
a. CARA PENULARAN PENYAKIT POLIO:
Penyakit polio menular melalui kontak antar manusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja penderita penyakit polio atau bisa juga dari air liur penderita penyakit polio. Kemudian virus menginfeksi bagian usus yang kemudian memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat sehingga bisa menyebabkan melemahnya otot serta terkadang menyebabkan kelumpuhan.
b. GEJALA / TANDA – TANDA PENYAKIT POLIO
Karena penyakit polio dibedakan menjadi 3 jenis, maka masing – masing dari jenis penyakit polio tersebut memiliki gejala / tanda – tanda sendiri seperti dibawah ini:
1) POLIO NON PARALISIS
Demam
Muntah
Sakit perut
Lesu
Kram otot pada leher serta punggung
Otot terasa lembek
Semua gejala diatas berlangsung selama 2 – 10 hari dan akan sembuh dengan sempurna
2) POLIO PARALISIS SPINAL
Bagi penderita yang sudah memiliki kekebalan, biasanya akan terjadi kelumpuhan pada kaki. Namun bagi penderita yang belum memiliki kekebalan / blm divaksinasi biasanya akan menyerang ke seluruh bagian saraf tulang belakang dan batang otak sehingga bisa mengakibatkan kelumpuhan seluruh anggota gerak badan
3) POLIO BULBAR
Polio ini akan menyerang saraf yang berhubungan dengan pergerakan bola mata, muka, pendengaran, proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan, pergerakan lidah dan rasa, serta saraf tambahan yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan pengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernafasan, jenis polio ini bisa menyebabkan kematian
c. MENCEGAH PENYAKIT POLIO
satu – satunya jalan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit polio ini adalah dengan mendapatkan vaksinasi polio. Vaksinasi polio diberikan kepada bayi yang baru lahir kemudian dilanjutkan saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan
2. Cegah Polio Pada Bayi dan Balita
Polio menjadi mimpi buruk di berbagai negara karena memang belum ada obatnya. Tapi jangan kuatir, ada cara menganggulangi polio pada bayi dan balita. Ancaman polio amat mudah menular dan amat ditakuti di banyak Negara. Oleh karena itulah banyak negara yang mewajibkan memberikan imunisasi polio bagi bayi dan balita.
Virus polio masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan jika makanan atau minuman kita tak sengaja tercemar virus polio. Oleh karena itulah sejak dini, anak harus diberikan kekebalan tubuhnya terhadap virus polio melalui imunisasi pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
Anak-anak yang terinfeksi polio menunjukkan gejala kaku tengkuk, kaku punggung dan kaki selama 2-10 hari kemudian akan sembuh total. Hanya sekitar 2% dari anak yang terkena polio akan lumpuh total. Tambahan imunisasi polio masih sangat diperlukan oleh anak-anak yang sudah diberikan imunisasi. Karena untuk menghadapi wabah, tubuh anak perlu mendapatkan tambahan kekebalan.
Polio memang tak ada obatnya, tapi bila sudah terkena dan mengalami kelumpuhan, maka latihan fisioterapi agar kaki yang lemah dapat kuat kembali sangatlah diperlukan.
3. Pencegahan Polio
Dr Kusnadi Rusmil, SpA (K)
Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak
RS. Hasan Sadikin Bandung
Program Eradikasi Polio
Gejala penyakit polio dilaporkan pertama kali oleh Michael Anderwood pada tahun 1789 dari Inggris. Outbreak pertama kali terjadi di Eropa pada awal abad ke-19 yang banyak menyerang anak, dan selanjutnya kejadian epidemik meluas pada umur yang lebih tua. Epidemi polio berskala besar terjadi di Eropa dan Amerika sejak pertengahan abad 19 sampai pertengahan pertama abad 20. Sesudah perang dunia, epidemik poliomielitis menyebar ke seluruh dunia. Epidemi polio di Amerika pada tahun 1952 menyebabkan sekitar 21.000 kasus paralitik. Upaya eradikasi dilakukan dengan melaksanakan imunisasi masal dengan mempergunakan vaksin polio. Melalui upaya ini, angka kejadian penyakit polio telah menurun secara drastis. Virus polio liar terakhir ditemukan di Amerika pada tahun 1979.
Expanded Programe Immunization (EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) di dunia dimulai pada tahun 1974. Sejak itu jumlah penyakit poliomielitis yang dilaporkan dari setiap negara semakin menurun.
Perkembangan Strategi Eradikasi Polio Di Dunia
Pada tahun 1988 masih ditemukan kasus polio paralisis sebanyak 350.000 di seluruh dunia. Antara tahun 1988 dan pertengahan 1990-an, kemajuan pesat penurunan jumlah negara endemis sangat nampak . Sejak pertengahan tahun 1990-an, jumlah jaringan kemitraan ini semakin meningkat sehingga pada akhir dekade tersebut, lebih dari 575 juta anak mendapat vaksin polio oral (OPV) . Tahun 2002, sebanyak 175 negara telah dinyatakan bebas polio dan pada tahun 2003 virus polio liar telah berhasil dieliminasi dari hampir semua negara, kecuali enam negara yang masih endemis (Nigeria, India, Pakistan, Afganistan, Niger, dan Mesir) yang melaporkan 784 kasus polio.
Sirkulasi virus polio liar tipe 2 telah berhenti sejak tahun 1999. Pada masa akhir dari eradikasi polio, hanya virus polio tipe 1 dan 3 yang masih tetap bersirkulasi sebagai virus polio liar pada daerah endemis dan tipe 3 hanya terbatas di Nigeria Utara dan Selatan, Niger, Afganistan, dan India.
Akan tetpai pada akhir tahun 2004 terjadi peningkatan sirkulasi virus, ditemukan kasus polio meningkat menjadi 1.200 kasus. Rantai penularan virus polio liar yang tersisa terkonsentrasi di lima negara bagian atau provinsi di Nigeria (1), India (2), dan Pakistan (2), karena masih adanya daerah kantung-kantung anak-anak belum pernah diimunisasi.
Perkembangan Strategi Erapon Di Indonesia
Indonesia telah melaksanakan program eradikasi polio dengan melakukan program imunisasi polio secara intensif di seluruh Indonesia melalui program pengembangan imunisasi/PPI sejak tahun 1980. Tahun 1980 program vaksinasi polio dimulai dan pada tahun 1990 cakupan imunisasi rutin > 90%. Jumlah kasus polio di Indonesia telah berhasil diturunkan sebesar 97% yaitu dan 773 kasus pada tahun 1988 menjadi 23 kasus yang dilaporkan pada tahun 1993. Tahun 1995 virus polio liar terakhir ditemukan di Kabupaten Malang, Probolinggo, Cilacap, Palembang, dan Medan.
Sejak tahun 1995 tidak pernah ditemukan lagi kasus polio liar di Indonesia dan direncanakan bebas polio tahun 2005 oleh WHO. Untuk meningkatkan kegiatan memutus mata rantai penularan, PIN telah dilaksanakan berturut-turut tahun 1995, 1996, 1997, dan tahun 2002 dengan cakupan lebih dari 90% sesuai anjuran WHO.
Namun pada bulan Maret 2005, seorang anak laki-laki berusia 20 bulan di daerah Sukabumi, Jawa Barat, dinyatakan lumpuh karena polio. Sesuai dengan Global Polio Eradication Initiative 2004-2008 bahwa kelumpuhan akibat polio yang terjadi di negara yang sudah tidak terjadi transmisi penyakit polio dalam waktu lama merupakan kejadian luar biasa dan dianggap kegawatan kesehatan masyarakat(KLB). Analisis genetik virus polio tersebut menunjukkan bahwa virus polio tersebut merupakan virus polio tipe 1 yang diimpor dari Nigeria , kejadian luar biasa polio tersebut juga telah terjadi dan menyebar ke negara-negara bebas polio. Lima belas negara yang bebas polio lainnya juga telah terjangkit penyakit ini, termasuk Yaman dan Arab Saudi. Di Indonesia kejadian luar biasa tersebut ditindaklanjut dengan dilakukannya pemberian imunisasi secara intensif .
Kejadian luar biasa kasus polio di Indonesia sampai dengan tanggal 21 Maret 2006 ditemukan pada 305 anak yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat (59 kasus), Banten (160 kasus), Jawa Tengah (20 kasus), Lampung (26 kasus), Jakarta (4 kasus), Sumatera Utara (10 kasus), Riau (3 kasus), Jawa Timur (10 kasus), Sumatera Selatan (5 kasus), dan Nangroe Aceh Darussalam-NAD (5 kasus) Kasus polio liar yang terakhir dilaporkan pada seorang anak di Aceh Tenggara pada 16 Februari 2006 .Setelah dilaksanakan imunisasi secara intensif di seluruh indonesia dengan PIN dan Sub PIN ,sejak saat itu sampai sekarang tidak terdapat laporan KLB Polio di Indonesia.
Pencegahan Polio
Beberapa cara pencegahan penyakit polio yang harus dilakukan adalah:
1. Peningkatan Higiene
Karena penyakit polio ditularkan per oral melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kotoran manusia yang mengandung virus, maka higiene makanan/minuman sangat penting.
Virus polio berkali-kali berhasil diisolasi dari lalat rumah dan dari makanan yang telah dihinggapinya. Jelaslah bahwa pembuangan kotoran manusia mempunyai peranan penting dalam epidemiologi penyakit polio. Juga pemberantasan berbagai jenis vektor mekanis seperti lalat rumah, lipas, yang suka menghinggapi kotoran dan konsumsi manusia perlu mendapat perhatian, bukan hanya dalam rangka pencegahan penyakit polio, tetapi termasuk penyakit saluran cerna lainnya.
2. Imunisasi Polio
Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan terhadap peyakit polio dengan mempergunakan vaksin polio oral (OPV)maupun injecsi (IPV).
Rekomendasi WHO semua anak harus mendapatkan imunisasi pada saat baru lahir, enam minggu, 10 minggu, dan 14 minggu. Di Indonesia imunisasi polio pada program menggunakan OPV dilaksanakan sejak tahun 1980 dan tahun 1990 telah mencapai UCI (universal child immunization).
Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara luas. Enhanced potency IPV (eIPV) yang menggunakan molekul yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan tahun 1988. Sejak mereka digunakan di berbagai negara untuk imunisasi dasar maupun masal pada anak telah terbukti menurunkan secara dramatis kejadian infeksi polio di dunia, hal ini membuat tujuan eradikasi dapat dicapai.
Vaksin Poilo
Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara luas. Enhanced potency IPV (eIPV) yang menggunakan molekul yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan tahun 1988. Sejak mereka digunakan di berbagai negara untuk imunisasi dasar maupun masal pada anak telah terbukti menurunkan secara dramatis kejadian infeksi polio di dunia, hal ini membuat tujuan eradikasi dapat dicapai. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus yang sudah mati dengan formaldehid, sehingga sifat virusnya hilang termasuk sifat perkembang biakannya, sedangkan OPV adalah virus yang masih hidup dan mempunyai kemampuan untuk berkembang biak, tetapi hampir tidak bersifat patogen karena sifat patogennya sudah dilemahkan. Pada IPV yang berfungsi sebagai vaksin (antigen) adalah protein dari virus tersebut, terutama protein kapsid yang mengandung gugusan epitop antigen. Vaksin IPV berbentuk cairan yang harus disuntikkan. Adapun alasan mengapa vaksin IPV tidak dibuat berbentuk sirup yang bisa diminum adalah karena protein yang berfungsi sebagai antigen pada IPV akan terurai di dalam lambung. OPV lebih disukai karena kemampuannya meningkatkan imunitas humoral terhadap polio. Akan tetapi satu dari setiap 6,2 juta dosis OPV dapat menyebabkan paralisis yang berhubungan dengan vaksin polio/ VDPV.
Oral Polio Vaksin / Vaksin Sabin ( OPV)
Vaksin mulai dibuat tahun 1951 oleh Hilary Koprowski dengan cara pembiakan virus polio pada tikus. Pada tahun 1955 Albert Bruce Sabin melakukan modifikasi dengan cara membiakkan virus pada biakan jaringan ginjal kera Macaca Rhesus. Hasil yang diperoleh virus yang lemah dengan daya imunologik yang tinggi. Untuk dapat membentuk zat anti yang cukup tinggi dan proteksi yang lebih terjamin, dianjurkan agar tiap dosis vaksin mengandung paling sedikit 10 TCID 50 virus polio tipe 1, 10TCID 50 tipe 2, dan 10 TCID 50 tipe 3.
OPV bekerja dengan dua cara, yaitu dengan memproduksi antibodi dalam darah (imunitas humoral) terhadap ketiga tipe virus polio sehingga pada kejadian infeksi, vaksin ini akan memberikan perlindungan dengan mencegah penyebaran virus polio ke sistem saraf. OPV juga menghasilkan respons imun lokal di membran mukosa intestinal tempat terjadinya multiplikasi virus polio. Antibodi yang terbentuk akan membatasi multiplikasi virus polio liar di dalam intestinal sehingga mencegah terjadinya reinfeksi. Respons imun intestinal terhadap OPV merupakan alasan utama mengapa penggunaan OPV secara masal dapat menghentikan penyebaran virus polio liar dari seseorang ke orang yang lain
Trivalent Oral Polio Vaccine (tOPV)
Vaksin ini mengandung tiga macam galur virus polio, setiap dosis 0,1 mL/ 2 tetes terdiri dari:
Tipe 1: >106 CCID50
Tipe 2: >105.0 CCID50
Tipe 3: >105.8 CCID50
Pada keadaan ditemukan lebih dari satu tipe virus polio liar, tOPV secara epidemiologis dan operasional adalah vaksin terbaik untuk digunakan karena dapat memberikan perlindungan terhadap ketiga tipe virus polio. Pada saat vaksin ini digunakan terdapat kompetisi antara ketiga virus tersebut dalam menimbulkan kekebalan yang mengakibatkan perlindungan dengan efisiensi yang berbeda-beda untuk setiap tipe. Imunogenesitas virus, virus polio 2 paling baik menimbulkan kekebalan di antara ketiga virus polio tersebut sehingga perlindungan terhadap virus tipe 2 paling mudah terjadi, kemudian diikuti tipe 1 dan 3.
Monovalent Oral Polio Vaccine (mOPV)
Vaksin OPV hanya mengandung satu macam strain virus polio. Pemberian mOPV dengan dosis yang sama dengan tOPV akan memberikan kekebalan spesifik yang lebih tinggi terhadap tipe tertentu dibandingkan dengan tOPV. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80% anak di negara tropis akan mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe 1 setelah pemberian satu dosis mOPV1 dibandingkan dengan 40% anak setelah pemberian tOPV. Begitu juga dengan 72% anak yang mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe 3 setelah dosis pertama mOPV1 dibandingkan dengan 31% anak setelah dosis pertama tOPV. Kurangnya tingkat serokonversi terhadap antibodi antipolio 1 pada awal pemberian tOPV adalah karena adanya interferensi terutama oleh virus polio vaksin tipe 2 ketika ketiga macam virus polio vaksin tersebut merangsang respons imun pada anak yang diimunisasi. Pada vaksin monovalen, hal ini tidak terjadi sehingga meningkatkan kemampuan untuk menimbulkan kekebalan.
Keuntungan OPV
Keuntungan OPV dapat diberikan secara oral, tidak harus diberikan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, relatif tidak mahal, suatu pertimbangan penting untuk program imunisasi nasional.
Penyebaran virus vaksin pada anak yang baru saja diimunisasi terjadi dalam waktu yang singkat, di daerah dengan higiene dan sanitasi yang buruk, biasanya melalui ekskresi di feses. Imunisasi dengan OPV dapat menimbulkan imunisasi pasif terhadap orang dewasa dan anak lain yang tidak diimunisasi. Kemampuan OPV untuk menginduksi imunitas lokal di intestinal merupakan alasan pengguna OPV secara masal dalam memutuskan penularan virus polio liar. Oleh karena itu, OPV tetap menjadi vaksin pilihan utama untuk eradikasi polio.
Kerugian OPV
OPV aman dan efektif akan tetapi kandungan vaksin berupa virus hidup yang telah dilemahkan dapat mengakibatkan 1 kelumpuhan untuk setiap 3 juta dosis, baik pada anak yang divaksin, atau orang di sekitarnya (VAPP/VDPV). Hal ini disebabkan oleh karena terjadi mutasi virus vaksin dimukosa usus. Defisiensi imunitas dari resipien termasuk salah satu penyebabnya,sehingga selama OPV masih diberikan, ancaman VAPP/ VDPV akan tetap ada.
Vaccine Associated Paralytic Poliomyelitis (VAPP)
Kejadian lumpuh setelah imunisasi /paralitik post vaksinasi atau VAPP (vaccine associated paralytic poliomyelitis). Penelitian kolaboratif WHO yang dilakukan di 13 negara selama 15 tahun (1970-1984) memperlihatkan bahwa risiko VAPP (pada resipien vaksin atau pada kontak resipien) adalah kecil : kurang dari 0,3 per juta dosis vaksin (atau kurang dari 1 kasus per 3,3 juta dosis).
Vaccine Derived Polio Viruses (VDPV)
Pada saat ini ini, lebih dari 3 milyar orang yang hidup di 111 negara dengan wilayah bersertifikat bebas polio. Di tengah harapan untuk pencapaian dunia bebas polio, pada bulan September 2000 terjadi kasus polio yang disebabkan oleh virus polio yang berasal dari OPV – vaccine-derived poliovirus (VDPV) yang menyebabkan KLB di kepulauan Hispaniola, Pilipina, dan Mesir. Di Indonesia pada tahun 2005 terdapat 46 kasus VDPV terjadi bersamaan dengan KLB polio di Madura. Hal ini menunjukkan bahwa VDPV merupakan masalah yang serius yang akan menghambat suksesnya program eradikasi polio dan harus dicari jalan pemecahannya. Penggunaan OPV akan dapat mencemari lingkungan, kurang lebih sekitar 30% dari orang yang telah mendapat imunisasi OPV akan dikeluarkannya strain virus polio melalui tinja dengan disertai perubahan sifat virus. Keadaan ini dapat terjadi oleh karena mutasi strain virus polio menjadi bentuk yang virulen, sehingga masih akan terjadi ancaman polio pada populasi. Kemungkinan untuk menjadi penyebab KLB juga tidak bisa diabaikan.
Kasus VDPV umumnya ditemukan pada populasi penduduk yang cakupan imunisasinya rendah. Jika angka cakupan imunisasi di masyarakat mendekati 100%, vaksin tersebut akan memicu kekebalan sebelum VDPV dapat menyebab-kan kelumpuhan. Jika angka cakupan imunisasi dengan OPV rendah, VDPV dapat menyebar melalui beberapa orang yang tidak diimunisasi, mengalami mutasi, sehingga meningkatkan kemungkinan infeksi polio dalam populasi.Dengan demikian, satu saat virus ini akan menyebabkan infeksi kepada sekelompok penduduk yang mempunyai daya imun yang lemah terhadap polio atau sama sekali tidak punya daya imun terhadap polio sehingga dapat timbul KLB VDPP.
Strain virus dari isolat penderita dianggap VDPV bila mempunyai perbedaan urutan nukleotida sebanyak 1-15% dibandingkan strain OPV vaksin. Besarnya perubahan genetik tersebut menunjukkan lamanya replikasi. Strain yang memiliki perbedaan kurang dari 1% disebut OPV-like virus (Sabin-like virus), sedangkan virus polio liar yang beredar di masyarakat mempunyai perbedaan lebih dari 15%.
Kejadian luar biasa di kepulauan Hispaniola, terjadi setelah enam tahun wilayah Amerika tersebut mendapatkan sertifikat bebas polio dan KLB tersebut diperkirakan disebabkan oleh VDPV yang telah bersirkulasi selama dua tahun.Anak dengan imunokompromais yang mendapat OPV akan mengekskresikan virus lebih dari 10 tahun. Dengan demikian suatu negara yang mendapatkan sertifikat bebas polio tetap harus melanjutkan imunisasi sampai beberapa tahun, diperkirakan 5-10 tahun, setelah virus terakhir dieradikasi secara global sebagai risiko masih adanya kasus transmisi virus polio yang berasal dari vaksin.
Musnahnya virus polio liar di beberapa belahan bumi ini dengan penggunaan OPV telah membuktikan keunggulan OPV untuk program eradikasi polio. Oleh karena itu, untuk wilayah gejala polio masih banyak, pemakaian OPV masih diutamakan. Kasus polio yang berasal dari OPV atau VAPP/VDPV seperti yang diutarakan di atas, muncul pada anak yang imunisasinya tidak jelas atau tidak vaksinasi sama sekali. Di negara yang sudah memasuki masa bebas polio lebih dari tiga tahun, harus dipikirkan untuk mengganti OPV dengan IPV. Advisory Committee on Immunization Practices di Amerika merekomendasikan penggunaan jadwal imunisasi dengan IPV dengan alasan adanya risiko terjadinya polio paralitik akibat vaksin OPV.
Keamanan Vaksin Polio Oral
Vaksin polio tetes sangat aman dan jarang menyebabkan efek samping. Efek samping yang dilaporkan adalah lumpuh layu (VAPP/ VDPV). Belum pernah dilaporkan kematian akibat pemberian imunisasi sehabis pemberian vaksin polio tetes.
Inactivated Polio Vaccine (IPV)/Vaksin Salk
Vaksin ini berisi virus polio yang virulen yang sudah di-inaktivasi/dimatikan dengan formaldehid. IPV sedikit memberikan kekebalan lokal pada dinding usus sehingga virus polio masih dapat berkembang biak dalam usus orang telah mendapat IPV. Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran virus ke sekitarnya, yang membahayakan orang-orang di sekitarnya. Sehingga vaksin ini tidak dapat mencegah penyebaran virus polio liar.
Keuntungan IPV
IPV bukan vaksin ‘hidup’, imunisasi dengan IPV tidak mempunyai risiko terhadap vaccine associated polio paralysis.
Kerugian IPV
IPV menimbulkan sedikit imunitas pada saluran pencernaan. Ketika seseorang diimunisasi dengan IPV kemudian terinfeksi oleh virus polio liar, virus dapat tetap bermultiplikasi di dalam saluran pencernaan dan disebarkan melalui feses. Oleh karena itu, vaksin OPV yang dipilih ketika KLB polio perlu dikendalikan, bahkan di negara-negara yang menggunakan IPV untuk program imunisasi polio rutin.
Kerugian lain dari IPV adalah harga vaksin lebih mahal perlunya tenaga terlatih untuk menyuntikkan vaksin.
Jadwal Imunisasi
Vaksin polio oral diberikan kepada semua bayi baru lahir sebagai dosis awal, satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 mL). Kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar OPV atau IPV mulai umur 2-3 bulan yang diberikan tiga dosis berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu. Kemudian boster pada usia 18 bulan. Imunisasi dapat diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan Hib. Pemberian setelah dua dosis OPV , memberikan serokonversi sebesar 90-93% untuk tipe 1, 99-100% untuk tipe 2, sebanyak 76-98% untuk tipe 3, dan setelah pemberian tiga dosis serokonversinya hampir mencapai 100% untuk ketiga tipe.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=2231
ARTIKEL POLIOMYELITIS
Artikel 1
1. Polio: Tidak Hanya Menyerang Kaki Anda
Pernando Gazali, dr.
17 Juli 2007
Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang kembali merebaknya polio di Indonesia. Bahkan 5 Mei 2005 dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi. Perlukah kita mewaspadainya?
Poliomyelitis atau polio, adalah penyakit virusyang menyebabkan paralisis atau lumpuh. Penyebab penyakit ini adalah sebuah virus yang dinamakan Poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut lalu menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang terjadi kelumpuhan (paralisis). Virus polio sering menyerang tanpa gejala, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan.
Apakah polio itu?
Polio adalah penyakit yang menular melalui kontak antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran yang mengandung virus polio. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas 3 strain berbeda dan sangat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3-5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3-35 hari.
Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui kotoran selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.
Jenis Polio:
Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek jika disentuh.
Polio Paralisis
Kurang dari 1 persen orang yang terinfeksi virus polio berkembang menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam. Lima sampai tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda-tanda lain, seperti:
a. Sakit kepala
b. Kram otot leher dan punggung
c. Sembelit/konstipasi
d. Sensitif terhadap rasa raba
Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya, yaitu:
1. Polio Spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembangbiaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan motorneuron. Motorneuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia. Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan jika terkena orang dewasa, lebih sering kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dan tungkai.
2. Bulbar polio
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung motorneuron yang mengatur pernapasan dan saraf otak, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran ; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru , dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
Bagaimana dengan anak-anak ?
Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Maka dari itu, penduduk di daerah yang memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layuh otot; gejala ini disebut sindrom post-polio.
Faktor Resiko
Anda beresiko tinggi terkena polio jika Anda jika Anda belum diimunisasi polio. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terinfeksi polio:
a. Bepergian ke daerah yang endemik polio atau baru saja terjadi KLB polio
b. Tinggal dengan orang yang terkena virus polio
c. Kontak dengan orang yang baru saja divaksinasi polio jika Anda tidak divaksinasi
d. Bersentuhan dengan spesimen laboratorium yang mengandung virus polio
e. Menderita penurunan sistem imun, seperti pada HIV
f. Trauma pada mulut, hidung, operasi gigi, atau tonsil
g. Aktivitas fisik dan stress ekstrim yang bisa menyebabkan turunnya sistem imun.
Bagaimana mencegahnya ?
Walaupun sanitasi umum dan kebersihan individual baik dapat menurunkan resiko penyebaran polio, namun hal yang paling efektif untuk mencegah terinfeksi polio adalah dengan divaksinasi.
Ada 2 jenis vaksin polio, yaitu:
1. Vaksin polio oral. Ditemukan oleh Albert Sabin. Berisi virus polio hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini diberikan ke dalam mulut
2. Vaksin polio yang tidak aktif. Dikembangkan oleh Jonas Salk. Mengandung virus polio yang telah dimatikan. Pemberiannya dengan cara disuntikkan.
Artikel 2
2. Fakta Wabah POLIO
Polio masih menghantui benak para orang tua di Indonesia. Hal ini akibat kelumpuhan yang diderita anak bila terserang penyakit ini. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Nah, pastikan keingintahuan Anda tersebut dengan sederet fakta yang diungkap berikut ini.
Apakah polio itu?
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit yang sangat menular, yang diakibatkan oleh virus polio. Penyakit ini menyerang sistim syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam.
Cara penularan polio
Virus polio (secara ilmiah dikenal sebagai virus polio liar -WPV) memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau makanan yang telah terkontaminasi tinja dari orang yang sudah terjangkit polio. Virus tersebut berkembang biak di dalam usus dan dikeluarkan oleh orang yang terjangkit melalui tinjanya, yang kemudian dapat meneruskan virus itu kepada orang-orang lain.
Gejala polio?
a. Demam
b. Rasa lelah
c. Muntah-muntah
d. Rasa kaku pada leher
e. Rasa sakit pada kaki atau tangan.
Yang berisiko terjangkit polio. Polio terutama menyerang anak-anak berusia di bawah lima tahun (balita). Akibat penyakit polio. Satu dari 200 orang yang terjangkit polio akhirnya mengalami kelumpuhan yang tidak dapat disembuhkan (biasanya pada kakinya). Diantara yang lumpuh itu, 5-10% meninggal dunia ketika otot-otot pernapasannya dilumpuhkan oleh virus tersebut.
Apakah polio dapat disembuhkan?
Tidak, polio tidak dapat disembuhkan! Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi. Terdapat suatu vaksin yang aman dan efektif, yakni vaksin polio oral (OPV). OPV adalah perlindungan yang sangat penting terhadap polio bagi anak-anak. Diberikan berulang kali, vaksin ini melindungi seorang anak seumur hidup.
Mengapa polio kembali ke Indonesia?
Indonesia pernah bebas polio selama 10 tahun sebelum kembali terjangkit oleh suatu virus yang dibawa masuk dari luar negeri ke tanah air. Analisa atas virus tersebut membuktikan bahwa virus negara yang bebas polio lainnya juga telah terjangkiti oleh wabah ini, termasuk Yaman dan Arab Saudi. Kita tidak mengetahui kapan persisnya virus tersebut tiba di Indonesia, tetapi jenisnya sangat mirip dengan virus-virus polio yang ditemukan di Sudan dan Arab Saudi.tersebut berasal Afrika Barat, di mana wabah polio telah menyebarkannya ke negara-negara yang bebas polio.
Lima belas Mengapa polio merebak di Indonesia?
Polio merebak di Indonesia melalui anak-anak yang belum diimunisasi. Angka rata-rata dari cakupan imunisasi rutin di Indonesia adalah 70 persen, yang mengakibatkan sejumlah besar anak-anak tidak terlindungi dari penyakit ini. Pada kenyataannya, angka cakupan imunisasi rutin terus menurun secara perlahan tapi pasti, selama beberapa tahun terakhir.
Terdapat beberapa daerah di tanah air yang angka imunitasnya bahkan lebih rendah lagi, yakni masyarakat yang paling miskin dan terpinggirkan. Karena penyakit polio kebanyakan tidak menunjukkan gejala-gejala apapun, sangatlah mudah bagi penyakit tersebut untuk beredar dari satu tempat ke tempat lainnya secara diam-diam melalui tubuh para penderitanya yang tidak menyadari jika dirinya telah terjangkit. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya untuk menjaga angka cakupan imunisasi rutin, sebagai pertahanan nasional yang paling ampuh terhadap penyakit menular ini.
ARTIKEL POLIOMYELITIS
Artikel 1
1. POLIOMYELITIS
Poliomielitis merupakan infeksi dari virus jenis enteroviral yang dapat bermanifestasi dalam 4 bentuk yaitu, infeksi yang tidak jelas, menetap, nonparalitik, dan paralitik. Sebelum abad 19 polimielitis menyebar secara mendunia, dan pada puncaknya tahun 1950. dengan ditemukannya vaksin menurunkan angka kejadian ini hingga serendah-rendahnya.
PATOFISIOLOGI
Poliovirus merupakan RNA virus yang di transmisikan memalalui rute oral-fekal, melalui konsumsi dari air yang terkontaminasi feses (kotoran manusia). Terdapat tiga jenis yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 – 35 hari. Apabila virus masnuk kedalam tubuh melalui jalur makan, akan menetap dan berkembang biak di kelenjar getah bening nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui darah ke seluruh tubuh. Setelah virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran saraf pada otot, yang menyebabkan kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata.
FREKUENSI
Di Amerika Serikat tidak lagi dilaporkan adanya insidensi ini sejak tahun 1979, karena program imunisasi yang terencana dengan baik. Secara dunia insidensi sudah menurun lebih dari 99% sejak 1988. Di benua Eropa tidak terdapat suatu infeksi dalam jumlah yang besar sejak 1991. Infeksi masih didapatkan di negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika, sehingga program dunia untuk pemberantasan polio berpusat di benua tersebut terutama India, Pakistan, Afganistan, dan Nigeria.
Antara pria dan wanita memiliki angka insidensi yang sama. Berdasarkan usia, insidensi polio paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada setiap usia. Insidensi polio meningkat pula di kalangan penderita gangguan sistem pertahan tubuh (HIV).
MORTALITAS DAN MORBIDITAS
Angka kematian terjadi pada penderita yang berhubungan dengan adanya kelumpuhan otot, yang terus berkembang hingga terjadi kelumpuhan otot pernafasan. Walaupun 90 – 95 % kasus polio bersifat tidak bergejala, tetapi masih ada 5 – 10 % yang menimbulkan keluhan.
GEJALA KLINIS
Berdasarkan keluhan awal penderita akan mengeluh seperti adanya infeksi ringan seperti akibat flu, atau batuk. Pada kasus infeksi yang tidak jelas, keluhan disertai dengan adanay mual, muntah, nyeri perut, yang berlangsung selama kurang dari 5 hari, dan berkembang menjadi iritasi dari selaput otak. Pada paralitik osteomyelitis keluhan akan terus berkembang dari kelemahan anggota gerak sampai gangguan pernafasan. Penderita yang telah sembuh dari polio akan menimbulkan gejala sindroma postpolio berupa kelemahan dan ketidak seimbangan pada anggota gerak yang terinfeksi sebelumnya. Keluhan ini timbul dalam rentang waktu 20 – 40 tahun.
PEMERIKSAAN KLINIS
Pada kasus ringan akan ditemukan gejala berupa :
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Mual
d. Muntah
e. Nyeri perut
f. Peradangan tenggorokan
Pada kasus nonparalisis akan ditemukan gejala :
a. Kaku kuduk
b. Sakit kepala yang hebat
c. Nyeri di bagian belakang anggota gerak bawah
d. Peradangan selaput otak
Pada kasus paralisis akan ditemukan gejala :
a. Gangguan pada saraf-saraf otot pada lokasi tertentu atau menyebar
b. Gangguan fungsi otot yang tidak simetris (berbeda antara kiri-kanan)
c. Pengecilan ukuran otot (beberapa minggu)
d. Kesembuhan dapat total, sebagian atau tidak
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pasien dengan kecurigaan suatu polio dapat dilakukan pemeriksaan spesimen dari cairan cerbrospinal, feses dan lendir mukosa tenggorokan dan dilakukan kultur dari virus. Dari pemeriksaan darah dapat dilakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin G (IgG) akan didapatkan peningkatan hingga 4 kali angka normal. Pemeriksaan pada saat fase akut dapat dilakukan dengan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) yang akan didapatkan hasil yang positif.
PENCEGAHAN
Vaksin polio dibagi menjadi dua yaitu inactivated polio virus (IPV) yang diberikan secara suntikan dan attenuated polio virus (OPV) yang diberikan tetesan dibawah lidah.
IPV merupakan vaksin yang pertama tersedia secara menyeluruh pada tahun 1950an. Kelebihan dari IPV adalah berisi virus yang lemah, sehingga tidak berhubungan dengan kejadian poliomielitis akibat pemberian vaksin. Formulasi yang lebih baik adalah enhanced inactivated poliovirus vaccine (eIPV). Vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 – 12 bulan dan sebelum masuk sekolah (usia 4 tahun).
Pemberian OPV terutama sejak tahun 1960an. Immunisasi dengan cara ini menyebabkan penurunan yang signifikan pada kasus-kasus poliomielitis di dunia. Pemberian secara oral memberikan kelebihan dengan adanya pertahana tubuh terhadap virus tersebut di mukosa saluran nafas dan pencernaan. Kerugian OPV adalah dapat menyebabkan vaccine-associated paralytic poliomyelitis (VAPP). Pemberian vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan pemberian booster setiap 4 tahun. Varian OPV baru berupa monovalent oral poliovirus type 1 vaccine (mOPV1) diperkenalkan pertama kali di India pada bulan April 2005. Dari penelitan didapatkan bahwa varian baru ini 3 kali lebih efektif dan jauh lebih sedikit angka efek samping dibandingkan pemberian OPV pertama, sehingga menjadi rekomendasi internasional untuk menghilangkan poliovirus.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada obat antivirus yang efektif untuk poliovirus, sehingga terapi yang utama adalah mengurangi keluhan (suportif). Antinyeri diberikan untuk keluhan nyeri kepala. Penggunaan ventilator dilakukan pada pasien dengan gangguan otot pernafasan, dan apabila diperkirakan penggunaan ventilator akan berlangsung lama dapat dilakukan tracheostomy. Terapi rehabilitasi dilakukan pada pasien dengan paralisis otot dan adanya luka akibat tekanan (dekubitus). Pemberian pencahar diperlukan karena mobilisasi yang kurang sehingga pencernaan akan terjadi gangguan dan juga pemberian diit lunak dan tinggi serat.
Terapi bedah berupa penggabungan sendi panggul diperlukan pada pasien dengan efek samping gangguan bentuk atau pengeroposan dari sendi panggul.
http://dinkes.tasikmalayakota.go.id
Artikel 2
1. Vaksinasi Senjata Ampuh Lawan Polio
Walau sempat hilang dari Indonesia, wabah polio kembali merebak. Langkah pencegahan yang perlu diambil orang tua adalah memberi vaksinasi. Pekan Imunisasi Nasional Polio adalah salah satu cara pemerintah untuk melindungi anak-anak Indonesia terhadap polio. Beberapa kali diadakan, Anda dapat mengikutsertakan anak Anda yang berusia bayi hingga balita.
Pemerintah Indonesia terus menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk memberikan imunisasi kepada semua anak balita dengan vaksin polio oral. Beberapa badan internasional dan dalam negeri, ikut membantu pemerintah merencanakan dan menyelenggarakan upaya-upaya imunisasi, termasuk UNICEF, WHO, USAID dan Rotary International. Penekanan utama adalah menjangkau anak-anak yang paling miskin dan terpinggirkan. Mereka adalah yang paling tidak berdaya dan kecil kemungkinannya telah mendapatkan imunisasi.
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) merupakan dua hari terpisah yang dicanangkan untuk memberikan imunisasi terhadap polio kepada semua anak-anak balita, dengan menggunakan vaksin polio oral. Adalah sangat penting bagi para orang tua untuk membawa setiap anak balita ke pos-pos kesehatan (posyandu) untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan perlindungan terhadap polio selama PIN berlangsung.
Sementara Sub Pekan Imunisasi Nasional (Sub PIN) adalah hari-hari dimana beberapa propinsi memberikan imunisasi polio kepada anak-anak. Contoh dari Sub PIN adalah kedua putaran imunisasi yang diselenggarakan pada bulan Mei dan Juni lalu di Propinsi Banten, Jawa dan Jakarta.
Kampanye ini akan terus diadakan selama polio masih menjadi ancaman di Indonesia. Karena jika PIN tidak menjangkau setiap anak sebelum musim hujan datang, polio akan menyebar lebih cepat dan menyerang lebih banyak anak. Musim hujan merupakan musim yang berbahaya selama epidemik polio ada. Virusnya dapat menyebar sampai keluar Indonesia dan menimbulkan kecacatan pada anak-anak yang berada di Negara Tetangga.
Setiap anak harus mendapatkan OPV (Oral Polio Vaksin) pada masa kampanye anti polio dan imunisasi rutin. OPV ini aman, efektif, dan setiap dosis tambahan berarti perlindungan tambahan terhadap polio bagi si anak. Diperlukan dosis OPV berulang untuk mencapai kekebalan penuh terhadap polio. Jika anak pernah mendapatkan vaksin tersebut sebelumnya, maka dosis tambahan yang diberikan pada masa Pekan Imunisasi Nasional atau Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN/Sub PIN) akan memberikan imunitas tambahan yang sangat berarti terhadap polio.
Artikel 3
2. 78 persen anak Pakistan yang diberikan vaksin polio, terinfeksi virus polio
ISLAMABAD (arrahmah.com) – Pada tahun terakhir, saat Pakistan telah kehilangan dukungan dari AS dan UNICEF, virus polio telah melumpuhkan pemuda Pakistan dan angkanya terus meningkat, menciptakan keraguan tentang niat baik mereka untuk memerangi polio. Keadaan menjadi semakin memburuk, saat sebagian besar kasus baru terjadi pada anak-anak yang sudah divaksinasi. Apakah AS mencoba memerangi Pakistan dengan dosis inokulasi yang telah dicemari?
Data medis menunjukkan bahwa vaksin telah berubah terkait keberhasilan terhadap penyakit. Tahun lalu, ada 136 kasus remaja yang terinfeksi dan 107 di antaranya telah diberikan beberapa vaksin polio. Angka-angka ini yang terbesar di Polio Global Eradication Initiative sejak tahun 2006, meskipun pengobatan berat telah dilakukan di daerah yang paling terkena dampak, Punjab Selatan dan Administrasi Federal Daerah Kesukuan (FATA).
Bahkan provinsi-provinsi yang terbilang damai juga menderita. Seperti dilaporkan harian Pakistan Daily Times, di mana 10 kasus polio terjadi di provinsi sindh dalam empat bulan pertama di tahun ini. Artikel ini tidak mencatat seluruh kasus, mengutip nama anak dan jumlah vaksin yang telah diterima mereka sebelum timbul virus polio : “Muhammad Asif, usia 40 bulan dengan seluruh anggota tubuhnya terkena, diberikan vaksin oral anti-polio (OPV) empat kali. Ameera, usia tiga setengah tahun, memiliki salah satu lengan dan kaki yang lumpuh, Ameera merupakan kasus pertama yang dikonfirmasikan selama tahun berjalan.”
Penduduk Pakistan mulai curiga adanya permainan kotor. Dr. Mazhar Khamisani, manajer Departemen Kesehatan di Sindh telah mencatat bahwa ia telah melihat orang tua Pakistan mulai menolak pengobatan dan melakukannya berkali-kali. Dan bagaimana mungkin, kami, ketika dihadapkan dengan fakta-fakta, meminta mereka untuk melakukan sebaliknya? Ungkap Dr. Mazhar.
Jenis vaksin polio yang diberikan mungkin dapat menjadi penyebab signifikan dari masalah. Ada dua jenis utama vaksin polio, Inactivated Polio Vaccine (IPV) dan Oral Polio Vaccine (OPV). Yang pertama menggunakan sel-sel mati dari polio. IPV dikembangkan oleh Jonas Salk sebelum disebarkan di seluruh Amerika Serikat pada 1950-an, untuk memadamkan wabah yang kemudian menginfeksi sekitar 22.000 anak Amerika setiap tahunnya. Dalam waktu 20 tahun, polio terlupakan di Amerika.
Namun, PGEI memilih untuk menggunakan jenis kedua, OPV. OPV dikembangkan oleh Albert Sabin dan menjalankan virus tersebut pada sejumlah hewan dalam rangka melemahkan strain daripada membunuhnya. Strain yang melemah kemudian disuntikkan ke anak yang sistem kekebalan tubuhnya cukup kuat untuk mengalahkan infeksi. Sangat mudah untuk melihat bagaimana perlakuan tersebut bisa menjadi bumerang, dalam kasus-kasus ketika strain belum cukup melemah untuk kontak manusia.
Terlepas dari kenyataan bahwa itu tidak disebarkan secara luas di AS, mungkin karena bahaya yang terkait dengan penggunaannya, OPV adalah vaksin pilihan di negara-negara seperti Pakistan, karena segera setelah divaksinasi, virus yang melehan dapat ditemukan dalam kotoran anak-anak. Imunitas dapat menyebar ke sumber air dan meningkatkan imunitas untuk porsi yang lebih besar dari populasi. Jadi, bahkan jika orang tua menolak pemberian OPV, anak-anak mereka masih bisa menerimanya secara tidak langsung melalui air minum.
Secara historis, telah terjadi kasus wabah saat strain yang melemah menjadi cukup kuat untuk menginfeksi daripada mengimunisasi. Dalam kasus ini, OPV biasanya digantikan dengan IPV karena tidak lagi dianggap aman. Namun OPV masih merupakan vaksin pilihan di Pakistan, bahkan saat kasus terus meningkat, mengapa? Salah satu penjelasan adalah bahwa peneliti belum mengumpulkan cukup data untuk mengatakan dengan pasti apakah vaksin yang menyebabkan wabah. Tapi berapa lama lagi ini akan berlangsung?
Hal ini juga masuk akal bahwa vaksi ini tidak ditangani dengan baik. Jika temperatur yang diperlukan tidak diperbaharui, vaksin yang diberikan tidka efektif sepenuhnya. Tapi tentunya, praktisi medis akan tahu jika vaksin mereka berpotensi terganggu.
Sayangnya, kedua kemungkinan ini menunjukkan beberapa jenis kelalaian. Entah dokter penyelenggara perawatan menyadari bahwa vaksin mereka mungkin tidak memiliki kapasitan untuk mengimunisasi pasien mereka, atau orang-orang yang bertanggung jawab sengaja menyebarkan vaksin berbahaya.
PGEI menerima sebagian besar pendanaan melalui UNICEF dan Amerika Serikat yang keduanya mulai melihat Pakistan sebagai musuh, bukan teman. Apakah hubungan politik akan mengalir turun ke praktisi medis yang seharusnya memerangi penyakit, bukan negara?
Sumber : Naturalnews.com, diterjemahkan oleh Hanin Mazaya